KEBUDAYAAN MAKEPUNG
ASLI KABUPATEN JEMBRANA
Asal Mula Mekepung
Bali sebagai salah satu Propinsi
di Nusantara Indonesia,
masyarakatnya adalah agraris yang terkenal dengan organisasi yang disebut Subak
yaitu organisasi yang mengatur tentang pengairan di sawah. Masyarakat petani
dalam melakukan aktivitas pertanian di sawah dengan memanfaatkan alat-alat
tradisional yang paling popular disebut bajak, yang mana dalam pengolahan tanah
dibagi dalam tahapan-tahapan kegiatan yaitu
untuk menggemburkan tanah memakai bajak tenggala, untuk membersihkan tanah dari gulma-gulma memakai bajak jangkar, untuk melumatkan tanah menjadi lumpur memakai bajak lampit slau, dan terakhir untuk menghaluskan tanah memakai bajak plasah. Setelah permukaan tanah lumpur tersebut halus baru ditanami padi bulih (tanaman pohon padi yang masih muda), yang mana dalam proses aktivitas pertanian di sawah ini masyarakat Bali menerapkan sistim kerja ngajakan (kerja gotong royong/bekerja saling bantu membantu tanpa imbalan jasa).
untuk menggemburkan tanah memakai bajak tenggala, untuk membersihkan tanah dari gulma-gulma memakai bajak jangkar, untuk melumatkan tanah menjadi lumpur memakai bajak lampit slau, dan terakhir untuk menghaluskan tanah memakai bajak plasah. Setelah permukaan tanah lumpur tersebut halus baru ditanami padi bulih (tanaman pohon padi yang masih muda), yang mana dalam proses aktivitas pertanian di sawah ini masyarakat Bali menerapkan sistim kerja ngajakan (kerja gotong royong/bekerja saling bantu membantu tanpa imbalan jasa).
Atraksi Mekepung ini hanya ada
di belahan Bali Barat yaitu di Kabupaten Jembrana. Mekepung artinya
berkejar-kejaran, inspirasinya muncul dari kegiatan tahapan proses pengolahan
tanah sawah yaitu tahap melumatkan tanah menjadi lumpur dengan memakai bajak
lampit slau. Dalam proses melumatkan tanah, petani sawah bekerja secara
gotong-royong bersama rekan-rekannya petani sawah termasuk beserta sanak
keluarganya dalam mempersiapkan konsumsinya. Bajak lampit slau ditarik oleh dua
ekor kerbau dan sebagai alat menghias kerbau maka pada leher kerbau tersebut
dikalungi genta gerondongan (gongseng besar) sehingga apabila kerbau tersebut
berjalan menarik bajak lampit slau maka akan kedengaran bunyi seperti alunan
musik rok (dengan suara gejreng-gejreng), karena bekerja gotong-royong maka ada
bajak banyak yang masing-masing ditarik oleh dua ekor kerbau yang ditunggangi
oleh seorang Sais/Joki duduk di atas bajak lampit slau. Dalam kegiatan ini Sais tersebut mulai ada yang ingin mengadu kebolehan
kerbaunya dalam kekuatan menarik bajak, maka di sinilah awal mulanya terjadi
mekepung yaitu adu kekuatan kerbau menarik bajak sehingga untuk pertama kalinya
adanya atraksi mekepung adalah mekepung di sawah yang berisi tanah lumpur yaitu
di Subak Pecelengan Desa Mendoyo Dangin Tukad, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten
Jembrana – Bali.
Lama-kelamaan kegiatan atraksi
ini diikuti oleh petani lainnya dan berkebang di wilayah lainnya seperti di
Subak Temuku Aya, Subak Tegak Gede dan Subak Mertasari dan kemudian berkebang
khusus menjadi Atraksi Mekepung di sawah yang kegiatannya dilakukan secara
bergilir pada saat mulai ada air di sawah.
Atraksi Mekepung di sawah ini
berkembang sekitar tahun 1930 dan Sais/Jokinya berpakain ala prajurit Kerajaan
di Bali jaman dulu yaitu pakai destar, selendang, selempod, celana panjang
tanpa alas kaki dan di pinggang terselip sebilah pedang yang memakai sarung
poleng(warna hitam putih). Berselang beberapa lama karena setelah selesai
atraksi Mekepung di tengah sawah berlumpur para Sais/Joki selalu kotor dilumuri
lumpur maka Atraksi Mekepung ini kemudian berkebang menjadi Mekepung di jalan
yang ada di sawah dan atraksi ini berkembang mulai tahun 1960 dengan
dibentuknya organisasi Mekepung yang terdiri dari dua kelompok yang diberi Nama
“Regu Ijo Gading Timur” dengan lambang bendera warna merah dan kelompok yang
berada di sebelah Barat Sungai Ijogading diberi Nama “Regu Ijo Gading Barat”
dengan lambang bendera warna hijau . Ijo Gading adalah nama sebuah sungai yang
membelah jantung Kota Negara, ibu kota kabupaten Jembrana, menjadi dua bagian
yaitu belahan kota sebelah barat sungai Ijo Gading dan belahan sebelah timur
sungai Ijo Gading.
Sarana yang dipakai bukan lagi
Bajak Lampit Slau melainkan Pedati dengan ukuran sangat mini yang dihiasi
dengan ukiran yang sangat menarik para Sais/Joki berbusana tradisional yaitu
memakai destar batik, baju tanganpanjang memakai selempod, memakai celana
panjang dan memakai sepatu tetapi tidak menyelipkan pedang pada pinggang
sehingga Mekepung ini diberi nama “BENHUR JEMBRANA”.
Pengurus Mekepung
Sebagai Pengurus Harian dibentuk
pengurus yang namanya Koordinator Mekekpung Kabupaten Jembnrana dengan
Koordinator I Wayan Gelgel dari Desa Delodbrawah, sebagai Ketua Regu Ijo Gading
Timur (Blok Timur) adalah I Ketut Astawan dari Kelurahan Dauhwaru sedangkan
Ketua Regu Ijo Gading Barat (Blok Barat) adalah Wayan Deken dari Desa
Manistutu.
Masing-masing Regu membawahi 100
pasang kerbau pepadu (kerbau mekepung) dengan nama masing-masing pasangan
kerbau sangat berpariasi seperti ada nama pasangan kerbau Batu Api, Embak
Lampir, Hanoman, Gerandong, Nini Pelet, Raden Bentar dan lain-lainnya yang
namanya sangat unik. Nama-nama ini sengaja dipilih dari nama-nama yang terdapat
pada Legenda-Legenda yang sangat populer dan para Sais/Joki menginkan agar
kerbaunnya bisa lebih populer sesuai dengan nama besar lakon legenda tersebut.
Kalender Mekepung
Atraksi Mekepung dilaksanakan
setiap hari Minggu dan dapat disaksikan mulai dari bulan Juni sampai dengan
bulan Oktober yaitu berupa latihan dan sepuluh kali pertandingan dalam bentuk
pertandngan lokal, pertandingan perebutan piala Bupati Cup (Agustus) dan
pertandingan perebutan Piala Gubernur Cup (Oktober).
Sumber :
www.balisweet.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar